I Nyoman Semita
Jember, Crimehunternews.id – Kondisi layanan hemodialisis di Rumah Sakit Daerah (RSD) dr. Soebandi, Jember, Jawa Timur, mendapat sorotan tajam. Sebagai rumah sakit rujukan di wilayah timur Jawa Timur, fasilitas cuci darah yang tersedia dinilai belum memadai.
“Saat ini hanya ada 19 tempat tidur atau unit sistem hemodialisis yang dimiliki. Target kami sebenarnya 100 unit,” ujar Plt. Direktur RSD dr. Soebandi, I Nyoman Semita, saat menerima kunjungan kerja anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, Jumat (20/6/2025).
Menurut Semita, rumah sakit tengah berupaya menambah kapasitas layanan dengan skema kerja sama operasional (KSO) bersama distributor alat kesehatan. Namun, penambahan kapasitas itu diperkirakan hanya bisa mencapai 30 unit, karena keterbatasan dari sisi mitra.
Dengan jumlah penduduk Jember yang mencapai 2,6 juta jiwa, kebutuhan ideal tempat tidur hemodialisis seharusnya mencapai 260 unit. “Ini memang sudah terbagi dengan rumah sakit lain seperti Jember Klinik, RS Kaliwates, Bina Sehat, dan lainnya. Tapi rata-rata mereka juga masih di bawah 20 tempat tidur,” ungkap Semita.
Tak hanya itu, RSD dr. Soebandi juga tengah merancang pembangunan unit radioterapi untuk layanan kanker. Dana yang dibutuhkan tidak sedikit, yakni antara Rp 65 hingga 75 miliar. Salah satu komponen utamanya adalah pembangunan ruang bawah tanah atau underground yang memerlukan dana Rp 20-25 miliar.
“Kami mendapat barangnya, tapi harus bangun rumahnya. Ini tantangan. Saya juga belum tahu nanti dapat dana dari mana. Kalau tidak dapat dari pemerintah daerah atau provinsi, kemungkinan kami terpaksa mengambil kredit ke bank,” terang Semita.
Ia optimistis bahwa investasi tersebut bisa kembali dalam waktu 3,5 tahun melalui pendapatan layanan radioterapi. Namun, sebagai konsekuensi, jasa pelayanan atau japel pegawai dipastikan tidak akan naik. “Mohon maaf nanti kalau japel tidak naik. Kita harus berani berinvestasi daripada RS Soebandi tetap tampak seperti puskesmas,” ujarnya blak-blakan.
RSD dr. Soebandi juga mulai menjalankan layanan operasi jantung terbuka meski belum sepenuhnya menguntungkan secara finansial. “Dengan klaim BPJS saat ini, kita masih minus. Tapi saya tetap putuskan jalan, karena ini penting untuk branding rumah sakit,” katanya.
Semita menargetkan agar rumah sakit yang ia pimpin bisa menyamai reputasi RSUD dr. Saiful Anwar Malang. Sebagai informasi, Gubernur Jawa Timur telah menetapkan RSD dr. Soebandi sebagai rumah sakit pusat rujukan wilayah timur sejak 2015.
Kondisi keterbatasan fasilitas ini mengundang keprihatinan Muhammad Khozin, anggota DPR RI dari Fraksi PKB. Ia menyebut kapasitas layanan hemodialisis RS Soebandi sebagai hal yang ironis.
“Untuk skala rumah sakit di Bondowoso yang bukan rumah sakit rujukan saja bisa 20 tempat tidur. Sementara RS Soebandi yang besar dan rumah sakit rujukan, cuma punya 19 tempat tidur. Ini ironis,” ujar Khozin.
Ia berjanji akan membawa persoalan ini dalam pembahasan anggaran di DPR RI. Khozin juga menyarankan agar pembangunan gedung hemodialisis dilakukan dengan skema Build Operate Transfer (BOT) yang menggandeng pihak swasta.
“BOT diperbolehkan secara undang-undang. Investor bisa bangun, operasikan selama 20-30 tahun, lalu serahkan ke RS Soebandi sebagai aset negara,” pungkasnya. (*)